MENGGAPAI
KEHIDUPAN BAHAGIA
Oleh
:
SYAIKH
ABDURRAHMAN BIN NASHIR AS-SA'DY
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah, aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rasulNya. Semoga shalawat dan salam
tetap atas beliau, keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Amma ba'du. Ketenangan hati,
kebahagiaannya dan hilangnya kegundahan adalah keinginan setiap orang. Dengan
itulah kehidupan yang baik, perasaan senang dan tenteram dapat dicapai. Dan
untuk mendapatkan itu semua ada beberapa faktor yang harus dipenuhi. Ada faktor
diniyah (keagamaan), faktor alami dan faktor amaliah (amal, pekerjaan). Hanya
orang-orang mu'min saja yang mampu memenuhi tiga faktor tersebut. Adapun selain
orang-orang mu'min, maka, kalaupun dari satu segi, sebagian dari faktor-faktor
tersebut dapat dicapai dengan jasa dan usaha para cendekiawan mereka; akan
tetapi banyak segi-segi lain yang lebih bermanfaat, lebih kuat dan lebih baik
-baik jangka pendek atau jangka panjang- yang tidak mampu mereka dapatkan.
Dalam buku kecil ini saya akan
menyebutkan apa yang ada dalam benak saya sehubungan dengan faktor-faktor yang
menunjang tercapainya kebahagiaan sebagai cita-cita utama yang diinginkan oleh
setiap orang.
Ada sebagian orang yang sudah
memenuhi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut, sehingga dapat hidup
dengan tenang dan baik. Ada sebagian lagi sama sekali tidak memenuhi
faktor-faktor tersebut, sehingga dia hidup sengsara dan tidak bahagia. Dan ada
lagi yang setengah-setengah. Hanya Allah lah yang mampu memberikan taufik dan
pertolongan untuk menggapai semua kebaikan dan menolak setiap kemudharatan.
PASAL PERTAMA :
Iman dan Amal Shalih
1. Faktor paling penting dan paling
mendasar untuk menggapai bahagia adalah: Iman dan amal shalih. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguh-nya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan." (An-Nahl: 97)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa
Ta'ala memberita-kan dan menjanjikan bagi orang yang dapat mengumpul-kan antara
iman dan amal shalih untuk mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini dan
balasan yang baik pula di dunia dan akhirat.
Sebabnya sudah jelas, karena orang
yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan iman yang benar yang dapat
membuahkan amal shalih dan dapat memperbaiki kondisi hati, moral (tingkah
lakunya), atau urusan keduniaan dan akhiratnya, berarti dia sudah mem-punyai
pondasi dan dasar yang kuat untuk menghadapi segala kemungkinan. Kemungkinan
baik yang mendatang-kan kebahagiaan dan kesenangan atau kemungkinan bu-ruk yang
dapat mendatangkan kegoncangan, kesumpekan dan kesedihan.
Kebahagiaan dan kesenangan mereka
sambut dengan menerimanya, mensyukurinya dan mempergunakannya untuk hal-hal
yang bermanfaat. Dan bila mereka berhasil menerima dan mempergunakannya dengan
cara semacam itu, maka akan timbullah sebagai buahnya --dari akumulasi suka
cita dan keinginan untuk mempertahankan kebera-daan dan keberkahan nikmat
tersebut serta harapan untuk memperoleh pahala syukur-- hal-hal besar lainnya
yang kebaikan dan keberkahannya melebihi kebahagiaan dan kesenangan yang
pertama.
Begitu pula dengan cobaan,
kemudharatan, kesempitan dan keruwetan. Yang mampu dia atasi dia pecahkan, yang
hanya dapat dia minimalisasi dia lakukan dan yang tidak boleh tidak harus dia
hadapi dia hadapi dengan kesabaran. Dan sebagai dampak dari akumulasi
'kemampuan meng-hadang ujian plus percobaan dan kekuatan' juga akumulasi dari
'kesabaran plus pengharapan akan pahala' maka mereka akan mendapatkan hal-hal
besar lainnya yang dengan hal-hal tersebut semua ujian dan cobaan apapun tidak
akan terasa bahkan akan berubah menjadi kese-nangan dan harapan-harapan baik
serta keinginan untuk mendapatkan karunia dan pahala dari Allah Subhanahu wa
a'ala.
Seperti yang diungkapkan oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih, beliau bersabda:
"Sungguh luar biasa urusan seorang mu'min itu.
Sesungguh-nya setiap urusannya (akan mendatangkan) kebaikan. Bila dia
mendapatkan kesenangan, dia bersyukur dan (syukur) itu adalah kebaikan
untuknya. Bila dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan (sabar) itu adalah
kebaikan untuknya. Hal itu tidak (diberikan) untuk siapa pun kecuali untuk
seorang mu'min." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa seorang mu'min akan dilipat-gandakan
kebaikannya dan buah amal-amalnya dalam kondisi yang dia hadapi, dalam kondisi
nikmat atau musibah.
Oleh karena itu, anda bisa mendapati
dua orang yang mendapatkan ujian yang sama atau nikmat yang sama, tetapi
ternyata, keduanya berbeda dalam cara mengha-dapinya. Hal itu kembali pada
perbedaan keduanya dalam kualitas iman dan amal shalihnya.
Yang satu dapat menghadapi kondisi
nikmat atau musibah dengan syukur dan sabar, sehingga dia merasa senang dan
suka cita. Sementara kesumpekan, keruwetan, kegundahan, perasaan sempit dada
dan kesulitan hidup juga akan hilang, dan akhirnya dia bisa mendapatkan
kehidupan yang baik di dunia ini.
Adapun orang satunya lagi, dia
sambut kondisi nikmat dengan keangkuhan, menolak kebenaran dengan kezha-liman,
sehingga moral dan tingkah lakunya menjadi melenceng. Dia sambut kondisi nikmat
itu seperti hewan, dengan penuh tamak dan loba. Walaupun demikian, hatinya
tetap tidak merasa tenang bahkan terasa seperti dicabik-cabik dari segala
penjuru. Dia khawatir kalau apa yang dia nikmati hilang, dia khawatir akan
banyaknya tantangan-tantangan yang timbul menghadangnya, dia khawatir dan tidak
tenang. Karena hawa nafsu itu tidak akan berhenti pada batas tertentu, tapi dia
akan terus ingin mendapatkan yang lainnya lagi yang barangkali bisa dia raih,
bisa juga tidak. Kalau berhasil diraih, kekhawatiran-kekhawatiran yang pertama
tadi akan menghampirinya. Dia juga akan sambut musibah yang menghadangnya
dengan kegoncangan, kegundahan, rasa takut dan jengkel. Bila sudah demikian,
jangan tanyakan lagi bagaimana dia akan ditimpa kesulitan hidup, ditimpa
penyakit-penyakit saraf dan perasaan takut yang mengkhawatirkan. Karena dia
saat itu tidak mengharapkan pahala dari Allah dan tidak punya kesabaran yang
dapat menghibur dan membuat penderitaannya berkurang.
Hal di atas dapat kita saksikan
sendiri dalam kenyataan. Bila anda renungi kondisi orang-orang sekarang ini,
anda akan melihat bahwa perbedaan yang besar antara seorang mu'min yang bekerja
dan bertindak dengan konsekwensi keimanannya dengan yang tidak demikian, yaitu
bahwa agama itu sangat mendorong dan menganjurkan agar orang bersifat qona'ah
(menerima) dengan rezeki Allah Subhanahu wa Ta'ala, karunia dan kemurahanNya
yang bermacam ragam.
Seorang mu'min --bila ditimpa
penyakit, kefakiran dan berbagai musibah yang dapat menimpa setiap orang--
dengan keimanannya, juga dengan sifat qona'ah dan kerelaannya atas apa yang
diberikan Allah kepadanya, dia akan tetap terlihat tenang. Hatinya tidak
menuntut men-capai sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya dan tidak melirik
kepada orang yang berada di atasnya. Dan barangkali kebahagiaan, kesenangan dan
ketenangannya melebihi orang yang berhasil meraih tuntutan-tuntutan duniawinya
tetapi tidak qana'ah.
Sebagaimana anda juga dapat
menyaksikan orang yang bertindak dan beramal tidak sesuai dengan konsekwensi
keimanan, bila ditimpa sedikit kekurangan atau tidak ber-hasil meraih sebagian
tuntutan duniawinya, dia merasa di puncak kesengsaraan dan kesusahan. Contoh
lain, apabila terjadi hal yang menakutkan atau hal-hal yang mengganggu lainnya,
anda akan lihat bahwa orang yang benar iman-nya, hatinya kuat, jiwanya tenang,
dia mampu mengurus dan menjalani apa yang menimpanya dengan kemampuan pikiran,
perkataan dan amalnya. Semua itu akan memper-kuat dirinya bila berhadapan
dengan gangguan atau musibah yang menimpanya. Kondisi semacam inilah yang dapat
menenangkan manusia dan menguatkan hatinya.
Sebaliknya kondisi orang yang tidak
mempunyai iman, bila terjadi suatu hal yang menakutkan, hatinya gundah, urat
sarafnya menegang, pikirannya kacau, rasa takut dan khawatir masuk ke dalam
dirinya. Berkumpullah pada diri-nya perasaan takut dari luar dengan kegoncangan
batinnya yang sulit untuk diketahui hakikatnya. Orang dengan tipe semacam itu
--bila tidak didukung faktor-faktor alamiah dengan banyak latihan-- akan
kehilangan semangat dan stres. Sebab dia tidak mempunyai iman yang dapat
mendorongnya bersikap sabar, khususnya dalam kondisi-kondisi tegang dan
menyedihkan.
Orang baik dan orang jahat juga
orang mu'min dan orang kafir, sama-sama berpotensi untuk belajar dan bisa
berani. Juga sama-sama mempunyai potensi kejiwaan yang dapat melunakkan dan
meringankan hal-hal yang menakut-kan. Hanya saja, seorang mu'min mempunyai
keunggulan dengan imannya, kesabaran dan tawakkalnya kepada Allah serta
harapannya untuk mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal-hal
inilah yang menambah rasa keberaniannya, memperingan beban takutnya juga
me-ringankan musibah yang menimpanya. Seperti difirman-kan Allah Subhanahu wa
Ta'ala:
"Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya
mereka pun menderita kesakitan (pula) sebagaimana kamu menderita-nya, sedang kamu
mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan." (An-Nisa': 104)
Selain itu dia akan mendapatkan
pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan 'kebersamaanNya'. Dan hal itu dapat
menghancurkan perasaan takutnya. Allah Subha-nahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya Allah bersama
orang-orang yang sabar." (Al-Anfal: 46)
2. Termasuk di antara faktor-faktor
yang dapat menghilangkan kesedihan, musibah dan kegoncangan hati adalah:
Berbuat baik kepada makhluk, baik dengan per-kataan, perbuatan dan berbagai
macam perbuatan baik lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kese-dihan
dan musibah dari orang shalih dan orang yang jahat sesuai dengan perbuatan baik
yang dilakukan. Hanya saja bagi seorang mu'min akan mendapatkan porsi yang lebih
sempurna. Dan yang membedakan seorang mu'min dari yang lainnya, bahwa kebaikan
yang dia lakukan didorong oleh keikhlasan dan harapan mendapatkan pahala dari
Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan hal itu memudahkan baginya mendapatkan kebaikan
yang dia inginkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala juga akan menolak hal-hal yang
tidak dia sukai karena berkah keikhlasan dan harapan mereka akan pahalaNya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan
mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak
Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (An-Nisa': 114)
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa
Ta'ala menginformasikan bahwa hal-hal yang disebutkan tadi semuanya akan
bernilai kebaikan bagi orang yang melakukannya. Dan sebuah kebaikan biasanya
mendatangkan kebaikan serta menolak keburukan. Seorang mu'min yang hanya
mengharapkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mendapatkan balasan yang
besar yang di antaranya adalah dalam bentuk hilangnya kesedihan, musibah, dan
hal-hal yang mengganggu lainnya.
PASAL KEDUA :
AKTIFITAS, ILMU DAN KONSENTRASI
Di antara faktor yang dapat
mengatasi goncangan jiwa karena tegangnya urat saraf dan hati yang galau ialah:
"Menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas atau dengan mempelajari ilmu
yang bermanfaat." Aktifitas semacam ini bisa mengalihkan perhatian hati
seseorang dari hal-hal yang dapat menggoncangkan hatinya. Bahkan, mungkin mampu
melupakan faktor-faktor yang mendatangkan kesedihan dan musibah, jiwanya
menjadi senang dan sema-ngatnya pun bertambah. Faktor-faktor semacam ini bisa
berlaku kepada orang yang beriman dan lainnya. Hanya saja, orang yang beriman
unggul dengan keimanan dan keikhlasannya ketika dia menyibukkan diri dengan
ilmu yang dia pelajari atau dia ajarkan, juga dengan perbuatan baik yang dia
lakukan. Jika yang dia lakukan berbentuk ibadah maka tentu nilainya adalah
ibadah. Jika berbentuk pekerjaan atau kebiasaan duniawi dia ikuti dengan niat
yang baik dan dimaksudkan untuk membantunya dalam ibadah kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala. Dan karena itu semua, maka faktor-faktor tersebut sangat berperan
dalam menghilangkan kesedihan dan berbagai macam musibah. Betapa banyak orang
yang ditimpa kegoncangan hati dan kesedihan yang berlarut, sampai akhirnya
ditimpa berbagai macam penyakit. Ternyata obat yang paling tepat untuk itu
adalah dengan melupakan faktor-faktor yang membuatnya gelisah dan menyibukkan
diri dengan aktifitas-aktifitas pentingnya.
Karena itu hendaklah kita memilih
kesibukan yang di-senangi dan diinginkan oleh jiwa. Sebab yang demikian ini
dapat mempercepat hasil yang dimaksudkan. Wallahu a'lam.
Di antara hal yang juga dapat
menolak kesedihan dan kegelisahan adalah mengkonsentrasikan segenap pikiran
pada tugas/pekerjaan yang ada pada hari itu, tidak memikirkan hal yang masih
akan datang serta kesedihan yang pernah terjadi. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam mohon perlindungan dari Al-Ham dan Al-Huzn. Al-Huzn artinya kesedihan
atas hal-hal yang telah berlalu yang sudah tidak mungkin ditolak dan diraih
kembali. Al-Ham artinya kesedihan yang terjadi karena perasaan takut akan hal
yang akan datang. Dengan demikian, seorang hamba akan menjadi "Ibnu
Yaumih" (putra harinya), dia akan giat dan bersungguh-sungguh memperbaiki
hari dan waktu yang dia ada saat itu. Bila hati dikonsentrasikan untuk hal ini,
dia akan berusaha menyempurnakan semua tugasnya. Dengan demikian dia akan
terhibur dari kesedihan dan musibahnya. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam membaca do'a atau mengajarkan umatnya berdo'a, pada hakikatnya dia
memberikan dorongan --tentu dengan bantuan Allah dan karuniaNya-- semangat dan
kesungguhan mencapai prestasi dan menolak kegagalan sebagaimana yang diminta
dalam do'a. Karena do'a itu bergandeng dengan amal. Setiap hamba berusaha
men-dapatkan apa yang bermanfaat baginya dunia akhirat. Dan dia juga berdo'a
memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar sukses mendapat apa yang dia
inginkan. Seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat
bagi-mu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah.
Bila kamu ditimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan: 'Seandainya saya
bertindak begini, tentu (hasil-nya) akan begini dan begini.' Tapi katakanlah:
'Allah sudah mentakdirkan dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.' Sebab,
sesungguhnya perkataan 'Seandainya ...' akan mem-buka (pintu) perbuatan
syaithan." (HR. Muslim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menghimpun antara perintah berusaha meraih yang
bermanfaat dalam setiap kondisi dengan perintah mohon pertolongan kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan perintah agar tidak memperturutkan sikap lemah yang
merupakan cerminan dari sifat malas yang berbahaya. Semua itu dikumpulkan
dengan perintah pasrah terhadap hal-hal yang sudah berlalu dan selalu
memperhatikan qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di sini Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam membagi urusan manusia menjadi dua bagian: Pertama, bagian
yang dibolehkan bagi seorang hamba berusaha mendapat-kannya, menolaknya atau
meringankannya. Bagian kedua adalah bagian yang tidak boleh/tidak bisa disikapi
seperti di atas. Di sini seorang hamba dituntut tenang, rela dan menerima. Dan
tidak diragukan lagi bahwa memperhati-kan sikap semacam ini adalah faktor
memperoleh kesenangan dan melenyapkan kesedihan.
PASAL KETIGA :
Dzikir, Ingat Nikmat, dan Melihat ke
Bawah
Termasuk faktor utama yang
mendatangkan sikap lapang dada dan ketenangan adalah "Banyak dzikir
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala." Dzikir kepada Allah Subha-nahu wa
Ta'ala itu memberikan pengaruh ajaib untuk mendapatkan sikap lapang dada dan
ketenangan serta menghilangkan kesedihan dan musibah. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
"Ingat, dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi
tenang." (Ar-Ra'du: 28)
Dzikir kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala itu akan memberikan pengaruh yang besar dalam menggapai bahagia. Karena
dia mempunyai keistimewaan dan karena adanya harapan hamba untuk mendapatkan
pahala dan balasan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di antaranya pula adalah: "Ingat
dan membicara-kan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tampak maupun
yang tidak tampak." Dengan mengetahui dan membicarakannya niscaya
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menolak kesedihan yang ada dan mendorong hamba
untuk selalu bersyukur. Syukur adalah sikap yang sangat mulia dan berkedudukan
terpuji, bahkan walaupun dia berada dalam kondisi fakir, sakit dan berbagai
macam ujian lainnya. Bila seorang hamba ingin membandingkan antara
nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang banyaknya tidak dapat dihitung
dengan jumlah musibah yang menimpa, tentu musibah itu tiada artinya.
Bahkan, bila ada musibah yang
menimpa hamba lalu dia hadapi dengan kesabaran, rela dan sikap menerima, maka
akan ringanlah bebannya. Sementara, harapannya mendapatkan pahala Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan ibadahnya kepada Allah dengan menjalankan perintah
bersabar dan rela, akan mengubah sesuatu yang pahit menjadi manis. Manisnya
pahala membuatnya lupa akan pahitnya sikap sabar.
Termasuk faktor yang sangat
mendukung dalam hal ini adalah "Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih." Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah
kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya hal ini (lebih baik bagi
kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada
kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Bila seorang hamba meletakkan di
depan matanya cara pandang yang mulia ini, dia akan melihat bahwa dirinya
mengungguli sebagian besar orang dalam masalah kese-hatan dan rezkinya,
bagaimana pun kondisi dia sebenar-nya. Dengan demikian akan hilanglah
kegelisahan, kese-dihan dan musibahnya, dan bertambahlah perasaan se-nangnya
serta harapannya untuk mendapatkan juga nik-mat-nikmat Allah yang telah
diberikan kepada orang-orang yang ada di atasnya.
Setiap kali seorang hamba merenungi
nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala baik yang tampak maupun tidak tampak,
urusan agama maupun duniawi, dia akan mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah memberikan kepadanya banyak kebaikan dan mencegah berbagai
bencana. Dan pasti, hal ini dapat menghilangkan kesedihan dan mendatangkan
kebahagiaan serta kese-nangan.
PASAL KEEMPAT :
Ikhtiar dan Do'a
Termasuk hal-hal yang dapat
mendatangkan kesenangan dan menghilangkan kesedihan adalah "Berusaha
menghilangkan faktor yang menyebabkan kesedihan tersebut serta berusaha mencari
faktor yang dapat mendatangkan kesenangan yang diinginkan." Caranya
yaitu melupakan musibah-musibah yang sudah berlalu dan tidak mungkin bisa
diatasi. Juga harus memahami, menyibukkan pikiran dengan hal-hal tersebut
adalah perbuatan sia-sia, tidak berguna, dan gila. Dengan demikian dia berusaha
agar hatinya tidak lagi memikirkan hal-hal tersebut, berusaha menghilangkan
kegelisahan hatinya kekurangan, perasaan takut atau lainnya dari kekhawatiran
yang dia bayangkan pada masa depan. Maka dia memahami bahwa masa depan tidak
bisa diketahui, termasuk di dalamnya masalah kebaikan, kejelekan,
harapan-harapan dan musibah. Semuanya berada di Tangan Allah Subhanahu wa
Ta'ala Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Manusia tidak kuasa apa-apa
kecuali berusaha mendapatkan kebaikan dan menolak kemudha-ratan.
Dengan demikian seorang hamba
mengetahui, bila dia tidak gelisah memikirkan nasibnya yang akan datang,
ber-tawakkal kepada Allah untuk memperbaiki nasibnya serta merasa tentram
dengannya, maka hatinya akan tenang, kondisinya akan membaik dan akan hilang
kesedihan dan kegelisahannya.
Termasuk hal yang paling berguna
untuk me-nyambut masa depan yang baik adalah : Menggunakan do'a yang pernah
dipanjatkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan urusan
pokokku, perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku, perbaikilah
akhiratku yang ke sanalah tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini tambahan
bagiku dalam setiap kebaikan dan (jadikanlah) kematian itu keterlepasan bagiku
dari setiap keburukan." (HR. Muslim)
Begitu pula do'a beliau:
"Ya Allah, aku mengharapkan rahmatMu, maka janganlah
Kau pasrahkan (urusan)ku pada diriku sendiri walau sekejap mata. Dan perbaikilah
urusanku semuanya. Tidak ada sesembahan yang haq melainkan Engkau." (HR.
Abu Daud dengan sanad shahih)
Bila seorang hamba memanjatkan do'a
ini -untuk kebaikan agama dan dunianya pada masa yang akan datang- disertai
hati yang hadir, niat yang benar dan memang berusaha untuk itu, niscaya Allah
Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan do'a, harapan dan apa yang dia usahakan.
Berubahlah kesedihannya menjadi kebahagiaan dan ke-senangan.
PASAL KELIMA :
Siap Mental
Termasuk faktor-faktor yang
bermanfaat meng-hilangkan kegelisahan dan kesedihan, saat ditimpa musibah
adalah: "Berusaha meringankannya dengan cara memperkirakan kemungkinan
terburuk yang bakal terjadi kemudian mempersiapkan mental untuk
menghadapinya." Bila sudah dipikirkan, hendaklah berusaha meminimalisir
persoalan sesuai kemampuannya. Dengan kesiapan mental berikut usaha yang
maksimal, akan hilanglah kesedihan-nya. Sebaliknya, berusaha untuk meraih
kebaikan dan menolak kemudharatan, semampu yang dia lakukan.
Bila seorang hamba dihadapkan dengan
ketakutan, sakit, kekurangan, atau tidak dapat meraih keinginannya yang
bermacam-macam, hendaklah dia hadapi dengan tenang dan kesiapan mental, bahkan
untuk menghadapi yang lebih berat sekalipun. Sebab, kesiapan mental menghadapi
musibah akan mengecilkan musibah tersebut dan menghilangkan bobotnya. Terutama,
bila ia berusaha melawan, sesuai kemampuan. Sehingga dia dapat memadukan antara
kesiapan mental dan usaha maksimal yang dapat mengalihkan perhatiannya dari
musibah yang datang. Dia dapat berusaha untuk selalu memperbaharui kekuatannya
menghadapi musibah disertai dengan tawakkal dan yakin kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Tidak diragukan lagi, yang demikian ini berperan besar mendatangkan
kesenangan dan kelapangan dada serta pahala yang cepat (di dunia) ataupun yang
lambat (di akhirat). Ini adalah fakta, banyak yang telah membuktikannya.
PASAL KEENAM :
Tegar dan Tawakkal
Salah satu cara ampuh untuk
pengobatan pe-nyakit saraf/kejiwaan bahkan juga penyakit-penyakit fisik, adalah
dengan menghadirkan: "Hati yang kuat, tegar dan tidak terpengaruhi oleh
ilusi dan khayalan pikiran-pikiran negatif." Sebab, bila seseorang
sudah mau menerima khayalan-khayalan, hatinya memberikan reaksi terhadap
berbagai pengaruh dari luar, seperti perasaan takut akan penyakit dan lain sebagainya,
atau perasaan marah dan merasa terganggu sekali karena hal-hal yang menyakitkan
atau karena memikirkan musibah yang akan menimpa atau kenikmatan yang akan
hilang; semua itu akan meneng-gelamkannya dalam kesedihan, penyakit rohani
maupun jasmani dan menghancurkan jiwanya. Dampak buruk dan bahayanya sudah
banyak diketahui oleh orang-orang.
Jika hati bersandar kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, bertawakkal kepadaNya, tidak menyerah pada
prasangka-prasangka buruk, tidak dikuasai khayalan-khayalan negatif, yakin
serta mengharapkan sekali karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka akan
terusirlah perasaan sedih dan hilanglah berbagai macam penyakit fisik dan jiwa.
Hati bisa mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kebahagiaan yang tak bisa
diungkapkan. Banyak rumah sakit yang penuh dengan pasien yang sakit karena
pra-sangka-prasangka buruk dan khayalan-khayalan menyesatkan. Banyak orang yang
kuat hatinya tapi masih terpengaruh dengan hal tersebut --apalagi orang yang
memang lemah hatinya--. Dan betapa sering hal tersebut menyebabkan kedunguan
dan kegilaan! Orang yang sehat dan selamat adalah yang diselamatkan Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan diberiNya taufik untuk berusaha menda-patkan
faktor-faktor yang bisa menguatkan hatinya dan mengusir kegelisahannya. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkannya."
(Ath-Thalaq: 3)
Artinya Allah akan mencukupkan
untuknya semua apa yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya.
Maka orang yang bertawakkal kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, hatinya kuat. Tidak dapat dipengaruhi
prasangka-prasangka buruk, tidak dapat digoncang oleh peristiwa-peristiwa yang
terjadi, sebab dia tahu hal itu termasuk indikasi lemahnya jiwa dan perasaan
takut yang tidak beralasan. Dia tahu, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menjamin
sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-Nya, dia yakin kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala dan tenang karena percaya akan janjiNya. Dengan demikian, hilanglah
kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan
menjadi kegembira-an dan perasaan takut menjadi keamanan. Kita memohon kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala kesehatan dan keselamatan. Semoga Dia mengaruniakan
kepada kita kekuatan dan ketetapan hati dengan sikap tawakkal total. Karena
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjamin pelaku-nya dengan segala kebaikan dan
menolak segala musibah dan kesedihan.
PASAL KETUJUH :
Tidak Membenci
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
"Tidak boleh seorang mu'min (suami) membenci seorang
mu'minah (isterinya), bila dia tidak menyenangi satu dari perilakunya, dia
tentu menyukai (perilakunya) yang lain." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini ada dua pelajaran
penting:
Pertama: hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana seharusnya memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja, dan semua orang yang mempunyai hubungan dengan kita. Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi. Bila kita mendapatkannya maka hendaklah kita membandingkan antara tingkahnya dengan apa yang seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga kekuatan hubungan dan kelanggengan kasih sa-yang yang terjalin sebelumnya. Juga mengingat kebaikan-kebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-keku-rangannya dan memperhatikan kebaikan-kebaikannya, maka persahabatan dan hubungan akan tetap terjalin serta perasaan pun menjadi tenang.
Pertama: hadits ini memberikan pengarahan bagai-mana seharusnya memperlakukan isteri, kerabat, teman, pekerja, dan semua orang yang mempunyai hubungan dengan kita. Kita harus mempersiapkan mental kita, karena pasti akan ada aib, kekurangan dan hal lain yang tidak kita senangi. Bila kita mendapatkannya maka hendaklah kita membandingkan antara tingkahnya dengan apa yang seharusnya kita lakukan terhadap dia. Seperti menjaga kekuatan hubungan dan kelanggengan kasih sa-yang yang terjalin sebelumnya. Juga mengingat kebaikan-kebaikannya. Dengan menutup mata kekurangan-keku-rangannya dan memperhatikan kebaikan-kebaikannya, maka persahabatan dan hubungan akan tetap terjalin serta perasaan pun menjadi tenang.
Kedua: hendaklah kita berusaha
menghilangkan ke-sedihan dan kegelisahan, menjaga hubungan baik, selalu
memberikan hak-hak yang harus dipenuhi, sehingga ter-cipta ketenangan di antara
kedua belah pihak. Barangsiapa yang tidak mengikuti petunjuk yang disebutkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini, bahkan menentangnya, melihat
orang hanya kepada kejelekan-kejelekannya, menutup mata dari
kebaikan-kebaikannya, dia pasti akan gundah, kasih sayang yang terjalin antara
keduanya men-jadi keruh serta banyak hak terputus yang semestinya harus dijaga.
Banyak orang mempunyai idealisme
tinggi, mental mereka siap untuk sabar dan tenang menghadapi berbagai cobaan
dan musibah besar. Akan tetapi mereka menjadi gelisah dan keruh perasaannya
ketika menghadapi masalah-masalah kecil. Penyebabnya, karena mereka hanya
mempersiapkan mental untuk menghadapi masalah-masalah besar dan tidak untuk
menghadapi masalah kecil. Ternyata hal itu membahayakan dan mempengaruhi
ketenangan mereka. Orang yang benar-benar kuat adalah orang yang mempersiapkan
dirinya menghadapi masalah-masalah kecil dan besar sekaligus, serta memohon
per-tolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia juga mengharap agar
urusannya tidak diberikan kepada dirinya sendiri walaupun hanya sekejap mata.
Saat itulah masalah kecil dan besar mudah dihadapi, sementara jiwanya tenteram
dan hatinya tenang.
PASAL KEDELAPAN :
Tidak Larut Bersedih, Mengukur
Nikmat dengan Musibah
Orang yang berakal mengetahui bahwa
kehidupan dia yang sebenarnya adalah kehidupan (yang dia jalani dengan) bahagia
dan ketenangan. Kehidupan ini pendek sekali, maka tidak sepantasnya dia
memperpendeknya dengan kesedihan dan larut dalam kesusahan. Sebab, hal ini
bertentangan dengan definisi kehidupan yang sebenar-nya. Oleh karenanya dia
kikir untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam hidupnya buat bersedih dan
bersusah saja. Dalam hal ini tidak berbeda antara orang yang baik dan orang
yang jahat. Hanya saja orang mu'min dapat merealisasikan dengan lebih sempurna
dan dengan balasan pahala yang lebih di dunia dan akhirat.
Seorang hamba --apabila ditimpa
dengan musibah atau takut akan sebuah musibah-- hendaklah membanding-kan antara
nikmat-nikmat yang dia dapatkan, baik dalam urusan agama atau dunia dengan
musibah yang sedang menimpanya. Dengan membandingkannya akan jelas baginya
betapa banyak nikmat yang dia dapatkan dan tertutupilah musibah yang
menimpanya.
Hendaklah dia juga membandingkan
antara kemung-kinan bahaya yang akan menimpanya dengan banyaknya kemungkinan
akan dapat selamat darinya. Janganlah sampai kemungkinan yang lemah dapat
mengalahkan kemungkinan-kemungkinan kuat dan banyak. Dengan demikian, akan
hilanglah kesedihan dan perasaan takut-nya.
Hendaklah dia memperkirakan
kemungkinan paling besar yang dapat menimpanya, kemudian menyiapkan mental
untuk menghadapinya bila memang terjadi, berusaha mencegah apa-apa yang masih
belum terjadi dan menghilangkan atau meminimalisir musibah yang sudah terjadi.
Termasuk hal-hal yang bermanfaat
adalah Kita harus tahu bahwa gangguan yang dilakukan oleh orang lain kepada
kita, --khususnya dalam bentuk kata-kata kotor-- tidak akan membahayakan kita,
tetapi akan membahayakan dia sendiri. Kecuali jika kita menyibukkan diri dengan
memperhatikannya, menenggelamkan pe-rasaan kita dengannya, saat itu gangguan
tersebut akan membahayakan kita sebagaimana juga membahayakan mereka. Bila
tidak diperhatikan, sedikit pun tidak akan membahayakan.
Ketahuilah, kehidupan kita mengikuti
pikiran kita. Bila pikiran kita berisi dorongan untuk memikirkan hal-hal yang
bermanfaat bagi diri kita, baik dalam hal agama maupun dunia maka kehidupan
kita akan menjadi baik dan bahagia. Begitu pula sebaliknya.
Termasuk hal yang berguna untuk
mengusir kesedihan adalah "Menguatkan keinginan untuk tidak
mengharapkan terima kasih selain dari Allah". Bila kita berbuat baik
pada orang yang mempunyai atau tidak mempunyai hak pada kita, maka ketahuilah
bahwa yang terjadi adalah mu'amalah antara kita dengan Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Janganlah kita mengharapkan ucapan terima kasih orang yang kita berbuat
baik kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah
untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu
dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (Al-Insan: 9)
Hal ini utamanya dilakukan saat kita
bermu'amalah dengan keluarga, anak-anak kita dan semua orang yang mempunyai
hubungan kuat dengan kita. Bila kita membulatkan tekad untuk menyingkirkan
musibah dari mereka, maka sungguh kita telah menyenangkan diri mereka dan diri
kita juga. Dan termasuk faktor yang dapat men-datangkan ketenangan adalah
melakukan fadhilah (amal kebaikan) sesuai dengan dorongan jiwa tanpa ada
paksaan/keterpaksaan yang biasanya mendatangkan kegelisah-an dan membuat kita
gagal mendapatkan fadhilah itu sendiri. Sebab saat itu kita telah melalui jalan
yang berliku. Ini adalah hikmah. Dan hendaklah kita dapat mengambil dari
kejadian musibah itu hal-hal yang positif yang dengan demikian kesenangan akan
lebih terasa, sementara kesedihan akan hilang.
Jadikanlah hal-hal yang bermanfaat
itu selalu berada di depan mata kita, dan hendaklah kita berusaha untuk
melakukannya. Janganlah kita menoleh pada hal-hal yang tidak berguna yang dapat
mengundang kesedihan dan kesusahan. Jadikanlah ketenangan dan konsentrasi jiwa
sebagai penolong kita untuk melakukan hal-hal yang penting.
Termasuk hal-hal yang berguna pula
adalah: "Menyelesaikan tugas-tugas dengan segera dan mengosongkan diri
dari tugas-tugas tersebut pada masa yang akan datang." Sebab, bila ada
tugas yang tidak diselesaikan dengan segera akan bertumpuklah pada kita
tugas-tugas yang terdahulu dan berkumpul dengan tugas-tugas berikutnya,
sehingga bebannya menjadi berat. Bila kita selesaikan setiap tugas pada
waktunya, kita bisa menghadapi masalah-masalah yang akan datang dengan pikiran
dan kekuatan yang masih fress (segar).
Hendaklah kita memilih di antara
aktifitas-aktifitas positif kita, yang paling penting dahulu kemudian yang
penting. Dan perhatikanlah apa keinginan kita. Sebab, menyalahi hal tersebut
kan menimbulkan kebosanan dan perasaan tak enak. Untuk hal itu pergunakanlah
pikiran yang sehat dan musyawarah. Tidak akan menyesal orang yang
bermusyawarah. Telitilah apa yang kita inginkan dengan seksama. Bila sudah
jelas ada kemaslahatannya dan kita sudah bertekad melaksanakannya hendaklah
kita bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesung-guhnya Allah
Subhanahu wa Ta'ala senang kepada orang-orang yang bertawakkal.
No comments:
Post a Comment