BELAIAN BIDADARI DI ALAM MIMPI



Mukadimah
Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah menganugerahkan
nikmat kepada hamba-hamba-Nya untuk dapat mengenal-
Nya, menjadikan mereka bertaqarrub kepada Allah dengan
cara melakukan ketaatan kepada-Nya, dan Allah menjadikan hati
mereka sebagai tempat iman, ikhlas, cinta, berharap (Ar-Rajaa’),
rasa takut, rasa rendah diri di hadapan Allah (khusyu’), dan rindu.
Kemudian Allah memperlihatkan Jannah dunia kepada mereka,
sebelum Allah memperlihatkan Jannah akhirat kepada mereka.
Maka, hati mereka merasa senang karena gembira atas kenikmatan
munajat mereka, dan hati mereka pun sangat rindu untuk segera
dapat berjumpa dengan Allah! Segala puji bagi Allah, baik
pertama-tama maupun terakhir kali.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
pembawa berita gembira (Al-Basyiir) dan pemberi peringatan (An-
Nadziir), Nabi Muhammad , yang bersabda tentang diri beliau,
“Sesungguhnya Aku adalah pemberi rahmat dan pemberi petunjuk.”1
Beliau menunjukkan umat beliau kepada kebaikan sebagai bentuk
motivasi, dan beliau mewanti-wanti mereka untuk menjauhi
keburukan, sebagai bentuk peringatan. Beliau melakukan hal itu
agar mereka menjadi orang yang beruntung untuk meraih sesuatu

1. Hadits ini shahih. Lihat Shahih Al-Jami’, hadits nomor 2345.
yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar
oleh telinga, dan belum pernah tebersit di dalam benak manusia,
yaitu Jannah.
Wa ba’du, tulisan ini merupakan tulisan yang mengobarkan
motivasi dan kerinduan para pembacanya. Sengaja, saya memberi
judul tulisan dengan “Al-Huur Al-’Iin wa Manaamatu Ash-
Shaalihiin”, agar menjadi berita gembira bagi jiwa-jiwa yang aktif,
dan untuk memompa semangat laju jiwa-jiwa yang lalai sehingga
bisa sangat beruntung meraih Jannah.
Jiwa seseorang itu membutuhkan pengingatan yang disertai
dengan motivasi, dan membutuhkan mau’izhah yang disertai
dengan peringatan. Jika tidak, maka jiwa seseorang akan rusak,
yang hanya dapat diperbaiki dengan rahmat Allah .
Allah  berfirman,
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan
itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzaariyaat:
55).
Rasulullah  bersabda,
“Agama adalah nasihat....” (HR. Muslim).
Rasulullah  memberikan motivasi kepada para shahabat beliau
untuk meraih Jannah, sebagaimana pernah diriwayatkan bahwa
Rasulullah  bersabda,
“Adakah (di antara kalian) yang berupaya keras untuk meraih
Jannah?’....”
Penjelasan hadits ini akan dipaparkan dalam pembahasan selanjutnya,
insyaAllah.
Mukadimah
19
Rasulullah  juga memberikan peringatan kepada para shahabat
beliau agar mereka menjauhi Naar. Beliau  bersabda,
“Aku memperingatkan kalian (untuk menjauhi) neraka.” Beliau mengulang
sabdanya ini hingga tiga kali.
Selain itu, beliau memberikan motivasi kepada mereka dengan
kabar tentang bidadari, dengan motivasi yang luar biasa, dengan
menyebutkan karakteristik bidadari yang paling baik, untuk memompa
laju semangat jiwa mereka yang lalai agar melakukan amal
shalih. Maka, para shahabat memetik motivasi dan peringatan dari
Rasulullah  untuk memberikan mau’izhah kepada diri mereka
sendiri dan kepada orang lain.
Abu Hurairah  pernah membakar semangat para pasukan
kaum muslimin pada Perang Yarmuk dengan berkata, “Hendaklah
kalian melaju cepat untuk menemui bidadari dan berjumpa dengan
Rabb kalian di Jannah-jannah yang penuh dengan kenikmatan.
Sungguh, kalian tidak akan lebih dicintai oleh Rabb kalian daripada
kalian berada di tempat seperti ini. Ingatlah bahwa orang-orang
yang sabar itu memiliki keistimewaan dan mereka akan mendapat
balasan atas keistimewaan mereka itu.”2
Dan begitulah, sikap dan semangat para shahabat di medanmedan
perang (jihad) yang lain ketika menghadapi musuh.
Salah satu bentuk jihad adalah berjihad untuk melawan diri
sendiri dan hawa nafsu. Allah  berfirman,
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami
akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah
beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-’Ankabuut: 69).
2. Al-Bidayah wa An-Nihayah, IV/14.
Mukadimah
20
Rasulullah  bersabda,
“Mujahid sejati adalah orang yang berjihad untuk melawan dirinya
sendiri di jalan Allah .”3
Cobaan yang paling berbahaya yang menimpa kaum laki-laki
adalah cobaan berupa wanita. Rasulullah  bersabda,
“Setelah aku meninggal, tidak ada cobaan yang lebih berbahaya bagi
kaum laki-laki daripada cobaan berupa kaum wanita.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
Salah satu faktor yang dapat membantu seseorang untuk menghadapi
cobaan dahsyat yang sangat berbahaya itu serta meredam
diri dari pandangan haram serta berkhalwat atau berikhtilath
dengan kaum wanita, adalah senantiasa memikirkan karakteristik
indah yang telah dijelaskan oleh Allah tentang wanita-wanita
Jannah (bidadari),
“Dan pasangan-pasangan yang suci....” (QS. Ali ‘Imraan: 15).
Maka, seorang mukmin berupaya untuk tidak menjadi orang
yang tercela, bersemangat untuk menjadi orang yang suci yang
dianggap suci oleh Allah dan Rasul-Nya, serta tidak akan mengorbankan
sesuatu yang abadi dengan sesuatu yang fana, tidak mengorbankan
kebahagiaan sejati dengan kesengsaraan, dan tidak
mengorbankan sesuatu yang digunakan untuk jangka panjang dengan
sesuatu yang digunakan untuk jangka pendek.
Sa’id bin Amir senantiasa menyebutkan perihal bidadari kepada
istrinya ketika Sa’id merasa istrinya sedang lalai melakukan
3. Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi. Syaikh Al-Albani
mengakui keshahihan hadits ini, sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Al-
Jami’, hadits nomor 6679.
Mukadimah
21
kebaikan. Meskipun belum bisa dianggap lalai jika dibandingkan
dengan kondisi kita saat ini. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun!
Malik bin Dinar meriwayatkan, “Ketika Umar  memasuki
Syam, ia memerintahkan beberapa orang untuk mencatat orangorang
fakir yang ada di daerah itu. Ketika para juru tulis memberikan
laporan kepada Umar , ia mendapatkan Sa’id , pemimpin
Syam, termasuk dalam deretan orang-orang yang fakir.
Umar bertanya, ‘Siapakah Sa’id bin Amir itu?’
Para penduduk Syam menjawab, ‘Ia adalah pemimpin kami.’
Umar bertanya, ‘Benarkah ia pemimpin kalian?’
Mereka mengiyakan.
Umar heran lalu berkata, ‘Bagaimana bisa pemimpin kalian
fakir; di manakah pemberian yang ia terima, dan di manakah
rezekinya?’
Mereka menjelaskan, ‘Ia tidak memiliki apa-apa.’
Umar pun menangis. Kemudian ia mengambil uang sebanyak
1.000 dinar. Setelah Umar mengikat uang itu, ia mengutus beberapa
orang untuk memberikan uang itu kepada Sa’id bin Amir, dan
Umar berpesan kepada mereka, ‘Sampaikan salamku kepada Sa’id,
dan katakan kepadanya, ‘Amirul Mukminin mengirimkan barang
ini untuk engkau jadikan sarana untuk menutupi kebutuhanmu.’
Mereka pun mengantarkan barang itu kepada Sa’id. Ketika tiba
di rumah Sa’id, Sa’id pun menerima barang itu, lalu membuka
bungkusnya. Ternyata bungkusan itu berisi dinar. Sa’id pun mengucapkan,
“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun!”
Istri Sa’id berkata kepada Sa’id, ‘Ada apa? Apakah Amirul
Mukminin wafat?’
Sa’id menjelaskan, ‘Bahkan, lebih daripada itu.’
Istrinya berkata, ‘Lalu musibah apa yang menimpamu?’
Sa’id berkata, ‘Aku didatangi dunia. Aku didatangi cobaan!’
Kemudian Sa’id berkata kepada istrinya, ‘Apakah kamu memiliki
bantuan?’
Mukadimah
22
Istrinya berkata, ‘Ya.’
Kemudian Sa’id mengambil baju, dan meletakkan dinar
pemberian Umar ke dalam baju itu, lalu ia mengikat baju itu dengan
erat, kemudian ia meletakkannya di dalam keranjang makanan.
Setelah itu, ia mendatangi beberapa tentara muslimin. Sa’id
memberikan seluruh dinar itu kepada tentara-tentara itu.
Istrinya berkata kepada Sa’id, ‘Semoga Allah merahmatimu.
Seandainya kamu mengambil sebagian dinar itu, niscaya kebutuhan
kita bisa terbantu dengan dinar itu.’
Sa’id berkata, ‘Sungguh, aku pernah mendengar Rasulullah 
bersabda,
“Seandainya salah seorang wanita penghuni Jannah menemui penduduk
bumi, niscaya ia akan memenuhi (dunia ini) dengan aroma minyak misik.”
Sungguh aku lebih memilih kamu daripada mereka.
Mendengar penjelasan Sa’id, istrinya pun terdiam.”4
Saya berharap kepada Allah , mudah-mudahan Allah menjadikan
tulisan ini sebagai stimulus kepada kaum muslimah untuk
meninggalkan perbuatan bersolek dan menanggalkan jilbab, serta
mereka lebih memilih konsisten terhadap perintah Allah untuk
mengenakan jilbab, dan bersegera untuk melakukan kebaikan dan
amal shalih hingga mereka berhasil mendapatkan Jannah.
Tahukah Anda, wahai kaum muslimah, apa yang akan Anda
dapatkan jika Anda menjadi salah seorang penghuni Jannah?
Jika Anda menjadi penghuni Jannah, sungguh Anda akan lebih
cantik dan lebih menarik daripada bidadari, sedang Anda bersanding
dengan seorang suami yang kamu cintai, berada di
hadapan Rabb semesta alam. Dan, masih banyak lagi keistimewaan-
4. Lihat Shifah Ash-Shafwah, I/280.
Mukadimah
23
keistimewaan yang akan Anda dapatkan, sebagaimana akan dipaparkan
di dalam tulisan ini.
Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah, lakukanlah ketaatan
kepada-Nya, jauhilah perbuatan maksiat, proteksilah diri Anda
agar tidak menjadi alat setan yang digunakan untuk menggoda
kaum laki-laki, atau Anda sendiri terkena godaan. Rasulullah 
pernah menjelaskan bahwa penghuni mayoritas di Naar adalah
kaum wanita.
Jannah adalah suatu tempat tanpa tandu, suatu kebahagiaan
tanpa kesedihan, dan kenikmatan yang tidak pernah berakhir.
Semoga Allah menjadikan kita bagian dari penduduk Jannah.
Di penghujung tulisan ini, saya menyajikan kisah tentang tidur
orang-orang yang shalih. Hal itu, dikatakan, karena kisah dan perkataan
orang-orang yang shalih merupakan bagian dari tentara
Allah.
Para ulama mengatakan, “Ketika orang-orang shalih disebutkan,
maka rahmat Allah akan turun, dan kekerasan akan sirna dari
hati, roh akan menjadi tenteram, jiwa akan menjadi tenang, dan
hati menjadi lembut. Sungguh, orang yang menuntut ilmu tidak
akan mendapatkan kebaikan jika ia tidak ambil bagian dari hal tersebut,
di mana ia mencampur-adukkan hatinya yang gelap dengan
cintanya kepada orang-orang shalih, dan ia pun akan dibangkitkan
bersama mereka. Sesungguhnya seseorang itu bersama orang yang
ia cintai.5
Keindahan dunia ini hanya dirasakan dalam kehidupan
Ketika kematian telah menjemput, keindahan ada di dalam kitab-kitab
Ya Rabb kami, terimalah amal kami. Sungguh, Engkaulah Yang
Maha Mendengar dan Maha Mengetahui
5. Kalimat terakhir ini merupakan penggalan dari hadits shahih yang diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim.
Mukadimah
24
Semoga shalawat senantiasa dicurahkan kepada Nabi
Muhammad  beserta seluruh keluarga dan semua shahabat
beliau. Dan, segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.
Penulis,
‘Isham Muhammad Hasanain
Aleksandria, 15 Muharram 1421 H.
20 April 2000 M.
Mukadimah
25
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam
Perspektif Al-Qur‘an
llah  menyebutkan karakteristik bidadari dengan
karakteristik yang paling bagus, dan menyebutkan hiasan
mereka dengan hiasan yang paling indah, serta membuat
umat Islam merindukan mereka hingga seolah-olah mereka melihat
dengan mata kepala mereka sendiri.
Pertama, Allah menyebutkan bahwa bidadari memiliki karakteristik
suci. Hal itu disebutkan di dalam tiga ayat berikut ini.
Allah  berfirman,
“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian
maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan
kepada Ibrahim dan Ismail: ”Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang
yang thawaf, yang i’tikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (QS. Al-
Baqarah: 125).
A
26
“Katakanlah: ”Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik
dari yang demikian itu.” Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada
Allah), pada sisi Rabb mereka ada jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai)
istri-istri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali ‘Imraan: 15).
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih,
kelak akan kami masukkan mereka ke dalam jannah yang di dalamnya
mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya
mempunyai istri-istri yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat
yang teduh lagi nyaman.” (QS. An-Nisaa’: 57).
Renungkanlah ayat pertama, Al-Baqarah: 125, dan hadirkan di
dalam diri Anda keagungan sosok yang memberikan kabar gembira
dan Dzat yang memerintahkannya untuk memberikan kabar
gembira, sebagai bentuk rahmat dan anugerah dari-Nya, maka
Anda mendapatkan gabungan antara kenikmatan raga atas Jannahjannah
yang di dalamnya terdapat sungai dan buah-buahan dan
kenikmatan jiwa dengan pasangan-pasangan yang suci, serta
kenikmatan dan kesejukan hati karena kekekalan kehidupan ini
selama-lamanya.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
27
Pasangan yang disebutkan di dalam ayat pertama itu adalah
pasangan-pasangan yang suci (muthahharah).
Raghib Al-Ashfahani berkata, “Maksud suci di dalam ayat itu
adalah suci dalam hal raga, perilaku, dan perbuatan.”
Mujahid berkata, “Maksud suci di dalam ayat tersebut adalah
suci dari haid, nifas, berak, dahak, ludah, mani, dan anak.”6
Ibnul Qayyim berkata, “Maksud suci di dalam ayat tersebut
adalah suci dari perilaku yang buruk, karakter-karakter yang
tercela. Lidah pasangan itu suci dari kekejian, dan matanya suci
dari ketamakan untuk melihat pasangan orang lain, serta pakaian
mereka suci dari hal-hal yang kotor.”7
Kemudian renungkanlah firman Allah Ta’ala,
“Dan pasangan-pasangan yang suci....” (QS. Ali ‘Imraan: 15).
Pasangan itu disucikan (muthahharah) oleh Allah . Adakah
seseorang yang memiliki karakteristik tertentu yang lebih utama
daripada karakteristik yang diberikan oleh Allah . Oleh karena
itu, kata muthahharah di dalam ayat tersebut lebih tepat daripada
kata thaahirah.8
Dan masih ada nikmat yang melebihi nikmat tersebut, yaitu
nikmat berupa ridha dari Allah , sebagaimana disebutkan di
dalam ayat berikut ini,
“Serta keridhaan Allah.” (QS. Ali ‘Imraan: 15).
“Dan keridhaan Allah lebih besar....” (QS. At-Taubah: 72).
6. Tafsir Ibnu Katsir, I/515.
7. Lihat Hadi Al-Arwah, hal. 207.
8. Lihat Ruhul-Ma’ani, I/205.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
28
Ibnu Katsir menjelaskan, “Maksud keridhaan Allah lebih besar di
dalam ayat tersebut adalah keridhaan Allah lebih besar daripada
kenikmatan yang mereka rasakan; sebagaiamana hal itu dikatakan
oleh Malik bahwa Zain bin Aslam meriwayatkan dari Atha’ bin
Yasar dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasululullah  bersabda,
“Sesungguhnya Allah  berfirman kepada penduduk Jannah, ‘Wahai
penduduk Jannah.’ Mereka berkata, ‘Kami memenuhi panggilan-Mu
dengan senang hati.’ Allah berfirman, ‘Apakah kalian menerima dengan
lapang dada?’ Mereka berkata, ‘Bagaimana kami tidak akan menerima
dengan lapang dada, sedang Engkau telah meganugerahi kami hal-hal
yang belum pernah diberikan kepada makhluk-Mu yang lain.’ Allah
berfirman, ‘Aku akan memberimu anugerah yang lebih besar daripada
itu.’Mereka berkata, ‘Wahai Rabb hamba, anugerah apa yang lebih besar
itu?’ Allah  berfirman, ‘Aku menghalalkan ridha-Ku kepada kalian.
Aku tidak akan pernah lagi murka kepada kalian, selama-lamanya.”
(HR. Malik).
Abu Abdillah Al-Husain bin Ismail Al-Mahamili berkata, “Al-
Fadhl Ar-Raja’i meriwayatkan kepada kami; Al-Faryani menceritakan
kepada kami dari Sufyan dari Muhammad bin Al-Munkadir
dari Jabir bin Abdulllah  bahwa Rasulullah  bersabda,
“Ketika penduduk Jannah telah masuk (ke dalam Jannah), Allah 
berfirman, ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu, niscaya Aku mem-
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
29
berikan tambahan kepada kalian?’ Mereka berkata, ‘Wahai Rabb kami,
adakah sesuatu yang lebih baik daripada anugerah yang telah Engkau
limpahkan kepada kami?’ Allah berfirman, ‘Ridha-Ku lebih besar’.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Bazzar di dalam Musnad
Al-Bazzar dari hadits Ats-Tsauri. Al-Hafizh (Adh-Dhiyaa’ Al-
Muqaddas) mengatakan di dalam kitabnya Shifatul Jannah,
“Menurut saya, hadits ini sudah sesuai dengan versi hadits shahih.
Wallaahu a’lam.”9
Ya Allah, limpahkanlah ridha-Mu kepada kami.
Kedua, Allah menegaskan bahwa bidadari itu memiliki karakteristik
baik, yaitu karakteristik baik yang meliputi lahir dan
batin. Dengan begitu, perilaku dan tampang mereka sempurna.
Allah  menyebutkan karakteristik tersebut di dalam satu ayat
berikut ini.
Allah  berfirman,
“Di dalam jannah-jannah itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi
cantik-cantik.” (QS. Ar-Rahmaan: 70).
Kata bisa dibaca (dengan ya‘ tasydid). Hal itu
berlandaskan pada hadits berikut ini.
Rasulullah  bersabda,
“Sesungguhnya pasangan-pasangan ahli Jannah bernyanyi untuk
pasangan-pasangan mereka dengan suara yang amat bagus yang belum
pernah didengar oleh siapa pun. Salah satu lirik yang mereka nyanyikan
adalah kalimat, “Kami adalah bidadari-bidadari yang jelita....”10
9. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, II/378.
10. Takhirj hadits ini akan dijelaskan kemudian, dan lihatlah Tafsir Ibnu Katsir, IV/
280.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
30
Kata merupakan bentuk jamak dari kata yang
berarti wanita yang baik, yang memiliki budi pekerti yang luhur,
dan memiliki tampan yang jelita. Begitu penafsiran mayoritas
mufassir.11
Imam Qatadah berkata, “Maksud wanita yang baik di dalam
ayat tersebut adalah wanita yang memiliki budi pekerti yang luhur
dan tampan yang jelita.”12
Allah  berfirman,
“Yang jelita….”
Menurut Al-Qurthubi, “Maksud kata hisaan ‘yang jelita’ adalah
wanita yang memiliki budi pekerti yang baik. Jika Allah  menegaskan
bahwa bidadari tersebut memiliki karakteristik hisaan,
maka siapa yang mampu menyebutkan ke-hisaan-an bidadari
itu?”13
Ketiga, Allah menegaskan bahwa bidadari itu memiliki karakteristik
putih mulus, bermata indah, dan berkulit lembut.
Allah menyebutkan karakteristik tersebut di dalam enam ayat
berikut ini.
“Di sisi-sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya
dan jelita matanya. Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta)
yang tersimpan dengan baik.” (QS. Ash-Shaaffaat: 48-49).
11. Tafsir Ibnu Katsir, IV/280.
12. Lihat Ruh Al-Ma’ani, XXVII/123.
13. Mukhtashar Tafsir Al-Qurthubi, V/109.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
31
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam tempat yang
aman, (yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air; mereka
memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal,(duduk) berhadaphadapan,
demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.”
(QS. Ad-Dukhaan: 51-54).
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam jannah dan
kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada
mereka oleh Rabb mereka; dan Rabb mereka memelihara mereka dari
adzab naar. (Dikatakan kepada mereka): ”Makan dan minumlah dengan
enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan”, mereka
bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka
dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.” (QS. Ath-Thuur:
17-20).
“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.”
(QS. Ar-Rahmaan: 72).
“Dan (di dalam jannah itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli,
laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al-Waaqi’ah: 22-23).
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
32
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-
Rahmaan: 58).
Bidadari-bidadari itu memiliki mata yang indah (Al-Huur), yaitu
perbedaan warna hitam dan warna putih pada biji mata tersebut
sangat kontras, bulu matanya halus, dan kulit di sekitar matanya
berwarna putih.
Dikatakan bahwa Al-Huur berarti warna hitam dan warna
putih pada biji mata sangat kontras, dan tubuhnya sangat putih.
Sementara itu, darah tidak mungkin disebut putih.
Azhari mengatakan bahwa kriteria bidadari itu adalah wanita
yang memiliki mata yang indah, sedang tubuhnya berwarna putih.
Ada ulama yang mengatakan bahwa Al-Hauraa’ berarti wanitawanita
yang putih.
Al-‘Ajjaaj berakta, ‘Maksud bidadari yang bermata indah adalah
bidadari yang memiliki mata yang putih mulus, sedangkan warna
hitam bola matanya amat hitam.”14
Alhasil, bidadari itu putih dan cantik, dan memiliki mata yang
warna hitam dan putihnya sangat kontras. Hal itu sebagaimana
firman Allah ,
“…mata yang indah....”
Kata merupakan bentuk jamak dari kata yang berarti
mata yang indah. Karakteristik tersebut merupakan karakteristik
bagi sosok yang memiliki mata yang indah dan terpuji, serta
memiliki tubuh yang langsing dan berwarna bagus, sebagaimana
firman Allah ,
“Seakan-akan mereka adalah telur yang tersimpan dengan baik.”
Menurut Ibnu Abbas, “Mata itu laksana mutiara yang tersimpan
baik.” Sedangkan menurut Hasan, “Mata itu terpelihara
dan tidak pernah tersentuh oleh tangan.” Sementara itu, As-Sadiy
14. Lisanul-‘Arab karya Ibnu Manzhur, III/385.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
33
berpendapat, “Biji mata itu putih ketika kulitnya (penutupnya)
dilepas.”15
Antara satu pendapat dan pendapat yang lain tidak saling
bertentangan. Mata itu laksana mutiara yang tersimpan dengan
baik, belum pernah tersentuh dengan tangan, dan biji putihnya
amat putih dan bening, laksana cermin bagi orang yang melihatnya.
Inilah makna firman Allah ,
“Dan (di dalam jannah itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli,
laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al-Waaqi’ah: 22-23).
Putih yang ada pada biji matanya itu kemerah-merahan, sebagaimana
dijelaskan di dalam firman Allah ,
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-
Rahmaan: 58).
Menurut Qatadah, “Bidadari itu laksana permata yang bening,
dan laksana marjan. Jika Anda memasukkan sehelai benang ke
dalam permata, niscaya Anda dapat melihat benang itu dari balik
permata itu.”16
Itulah penafsiran Qatadah atas kata Al-Marjaan. Mayoritas
mufasir memiliki penafsiran yang sama dengan Qatadah.17
Sedangkan Mujahid, menafsirkan Al-Marjaan dengan, “Mutiara
dalam perihal putihnya.”18
Pengarang Al-Qaamus dan penulis Mukhtaar Ash-Shahhaah,
memilih pendapat Mujahid.
Pendapat Qatadah dan pendapat Mujahid tidak saling berten-
15. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV/287.
16. Shafwah At-Tafasir, III/301.
17. Lihat Al-Mu’jam Al-Wajiz dan Taaj Al-’Arus.
18. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV/277.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
34
tangan, insyaAllah. Karena bidadari itu berwarna putih kemerahmerahan.
Imam Al-Alusi berkata, “Maksud dari diumpamakannya para
bidadari itu dengan telur adalah telur yang dilindungi oleh bulu
burung di dalam sarang atau yang sejenisnya. Sehingga telur
tersebut tidak tersentuh oleh tangan, dan tidak terterpa oleh debu
sehingga terjaga kemulusannya. Warna putih itu bercampur
dengan warna kuning disertai dengan kilauan, seperti yang ada
pada mutiara. Sementara, wanita yang berwarna putih kekuningkuningan
sangatlah disukai. Begitu juga laki-laki yang berwarna
putih yang kemerah-merahan. Sementara warna putih mulus
tidaklah disukai. Karena itu, disebutkan di dalam Al-Hilyah Asy-
Syarifah, “Bukan putih yang amat mulus.”
Banyak orang yang ketika memuji seorang wanita, mereka
berkata, ‘Seolah-olah ia warna putih yang terkelupas’, yakni dalam
hal kehalusan dan kemulusannya. Dalam memuji wanita, mereka
menyebutkan dua karakteristik sekaligus dalam diri wanita, yaitu
warna putih kemerah-merahan. Selain itu, mereka juga memuji dengan
warna putih kekuning-kuningan. Sementara itu, manusia memiliki
keinginan dan kecenderungan yang berbeda. Sedangkan di
Jannah disediakan semua hal yang dikehendaki oleh keinginan
manusia dan disenangi oleh pandangan manusia.”19
Al-Qasimi berkata, “Di dalam qira’ah Ibnu Mas’ud disebutkan
kalimat . Kata berarti putih yang kemerahmerahan,
atau seperti merahnya pipi dan muka, karena malu atau
hormat.”20
Keempat, Allah menegaskan bahwa para bidadari itu perawan
dan memiliki usia yang sebaya. Karakteristik tersebut terekam di
dalam tiga ayat berikut ini.
Allah  berfirman,
19. Lihat Ruh Al-Ma’ani, XXIII/90289. Ada ulama yang mengatakan bahwa
penggabungan dua karakteristik bukan dua karakteristik yang telah disebutkan
itu, yaitu bukan putih yang kemerah-merahan dan bukan putih yang kekuningkuningan.
Wallaahu A’lam.
20. Tafsir Al-Qasimi, XV/299.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
35
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan
langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta
lagi sebaya umurnya, (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,”
(QS. Al-Waaqi’ah: 35-38).
“Dan gadis-gadis remaja yang sebaya.” (QS. An-Naba’: 33).
“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya
dan sebaya umurnya.” (QS. Shaad: 52).
Di dalam ayat pertama ada beberapa permasalahan yang perlu
disinggung, antara lain sebagai berikut.
1. Kata ganti (dhamiir) pada kalimat merujuk kepada
wanita bidadari, tapi konteks ayat menunjukkan bahwa kata
ganti tersebut merujuk kepada bidadari dan para istri di dunia.
Hal itu singkron dengan penyebutan kata furusy pada ayat
sebelumnya,
“Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.” (QS. Al-Waaqi’ah: 34).
Maksudnya adalah wanita yang disetubuhi di atas kasur-kasur
yang tebal dan empuk.
2. Para mufasir berbeda pendapat tentang yang dimaksud mereka
di dalam firman Allah: .
Menurut Akhfash, “Maksud kata adalah Allah menyimpannya,
dan Dia tidak menyebutkannya sebelum itu. Hal itu
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
36
mengisyaratkan bahwa dhamiir pada kalimat tersebut merujuk
kepada bidadari.
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnul Qayyim di dalam Haadii Al-
Arwaah dari tiga sisi.21
Menurut Abu Ubaidah, “Maksud kata adalah Allah
menyiapkan mereka untuk penciptaan tahap selanjutnya setelah
mereka menjadi wanita yang tua renta, sehingga mereka menjadi
gadis yang penuh cinta dan memiliki umur yang sebaya.” Hal itu
mengisyaratkan bahwa dhamiir pada kalimat tersebut merujuk
kepada wanita-wanita dunia, bukan bidadari.
Ibnul Qayyim berkata, “Qatadah dan Sa’id bin Jubair rahimahumallaahu
mengatakan bahwa maksud kalimat adalah
Allah menciptakannya dengan penciptaan yang baru.”
Ibnu Abbas mengatakan, “Maksud mereka di dalam kalimat
adalah seluruh wanita keturunan Adam.” Hal itu dikuatkan
oleh riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Sa’id bin Musayyib dari
Aisyah d yang menyebutkan bahwa suatu ketika ada seorang
wanita dari kalangan Anshar yang sudah tua renta datang kepada
Nabi, lalu wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, doakanlah aku
kepada Allah agar aku bisa masuk Jannah.”
Rasulullah  berkata, “Sesungguhnya Jannah itu tidak dihuni
oleh wanita yang sudah tua renta.”
Nabi pun pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat. Setelah
itu, beliau pulang ke kediaman Aisyah. Lalu, Aisyah berkata
kepada Rasulullah, “Sungguh, aku telah mendapatkan ucapanmu
sangat memberatkan dan membuat orang lain sedih.”
Rasulullah  bersabda, “Sesungguhnya ketika Allah memasukkan
kaum wanita yang tua renta itu ke dalam Jannah, maka Allah mengubah
mereka menjadi perawan (gadis).”22
Hadits ini tidak hanya menunjukkan bahwa kaum wanita yang
tua renta itu diubah dengan karakteristik yang telah disebutkan di
21. Lihat Hadi Al-Arwah, hal. 215.
22. Syaikh Al-Albani menyebutkan di dalam Mukhtashar Asy-Syama’il (205) bahwa
status hadits ini hasan.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
37
dalam hadits ini, tapi juga memiliki karakteristik yang sama dengan
bidadari, sebagaimana karakteristik-karakteristik bidadari tersebut
telah disebutkan sebelumnya. Karena itu, tidak boleh ada anggapan
bahwa hanya bidadari yang memiliki karakteristik-karakteristik
yang telah disebutkan itu, sedangkan kaum wanita yang tua renta
yang telah diubah menjadi gadis itu tidak memilikinya. Justru,
wanita tua renta yang diubah menjadi gadis yang pada hakikatnya
merupakan wanita dunia lebih berhak memiliki karakteristik-karakteristik
itu. Sementara itu, proses penciptaan mencakup bidadari
dan wanita dunia. Wallaahu A’lam.”23
Dengan begitu, seluruh karakteristik yang indah dan cantik
mencakup wanita dunia dan bidadari.
3. Ulama berbeda pendapat dalam perihal apakah bidadari atau
wanita dunia (keturunan anak Adam) yang lebih cantik dan
lebih menawan?
Sebagian ulama mengatakan bahwa bidadari lebih cantik dan
lebih menawan daripada wanita keturunan anak Adam. Hal itu
karena karakteristik-karakteristik bidadari disebutkan di dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah. Selain itu, juga berdasarkan redaksi doa
Nabi  ketika mendoakan mayat dalam shalat jenazah,
“Ya Allah, berilah ia rumah (di akhirat) yang lebih baik daripada rumahnya
(di dunia), dan berilah ia keluarga (di akhirat) yang lebih baik daripada
keluarganya (di dunia), serta berilah ia istri (di akhirat) yang lebih
baik daripada istrinya (di dunia)....”24
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa wanita keturunan
Adam lebih utama tujuh ribu kali lipat daripada bidadari. Pendapat
ulama ini berdasarkan pada hadits yang berstatus marfu’.25
23. Hadi Al-Arwah, hal. 214-215.
24. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih Muslim.
25. Lihat Tafsir Al-Qurthubi, XVII/33.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
38
Pendapat yang lebih kuat, insyaAllah, pendapat yang mengatakan
bahwa wanita keturunan Adam di Jannah kelak lebih cantik
dan lebih menawan daripada bidadari yang telah disiapkan di
Jannah. Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Uqbah
bin Amir berikut ini.
Rasulullah  bersabda kepada Uqbah bin Amir,
“Dan pasangan-pasangan yang suci.” Aku (Uqbah bin Amir) berkata,
‘Ya Rasulullah, di dalam Jannah kami memiliki pasangan, atau ada
yang lebih bagus dari mereka (pasangan tersebut)?’ Beliau bersabda,
‘Para wanita yang baik untuk para laki-laki yang baik, di mana kalian
akan memberikan kenikmatan kepada mereka seperti kenikmatan yang
kalian rasakan di dunia, dan mereka merasakan kenikmatan dari kalian,
hanya saja mereka tidak melahirkan...”26
Ibnul Qayyim berkata, “Hadits di atas merupakan hadits yang
populer. Hadits tersebut hanya dikenal melalui hadits riwayat
Qasim dari Abdurrahman bin Al-Mughirah bin Abdurrahman Al-
Madani... kemudian dari riwayat Ibrahim bin Hamzah Az-Zubairi
Al-Madani. Kedua perawi itu merupakan ulama terkenal dari
kalangan Tabi’in. Keduanya dikenal sebagai perawi hadits yang
tsiqah. Hadits-hadits yang diriwatkan oleh keduanya selalu dapat
dijadikan hujjah.
Menurut Abu Al-Hajjaj Al-Muziyyi di dalam hadits tersebut
terdapat keagungan kenabian.” 27
Selain hadits di atas ada hadits lain yang menegaskan bahwa
wanita keturunan Adam di Jannah lebih utama daripada bidadari,
yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah berikut ini.
26. Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawaid-nya atas
Musnad Imam Ahmad.
27. Lihat Hadi Al-Arwah, hal. 234.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
39
“Ummu Salamah meriwayatkan bahwa ia pernah bertanya kepada
Rasulullah, “Ya Rasulullah, siapakah yang lebih utama (di Jannah kelak)
antara wanita dunia dan bidadari?” Rasulullah  bersabda, “Wanita
dunia lebih utama daripada bidadari, laksana keutamaan lapisan baju
bagian luar atas lapisan baju bagian dalam.” Saya (Ummu Salamah)
berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang membuat mereka lebih utama?”
Beliau bersabda, “Shalat, shiyam, dan ibadah mereka. Allah memolesi
wajah mereka dengan cahaya, raga mereka dengan sutra yang berwana
putih, pakaian yang berwarna hijau, perhiasan berwarna kuning, pemanggangan
mereka terbuat dari mutiara, dan sisir mereka terbuat dari
emas, kemudian mereka berkata, ‘Kami adalah penghuni (Jannah) yang
abadi dan kami tidak akan musnah; kami merasakan kenikmatan dan
kami tidak akan pernah sengsara; dan kami adalah orang yang menerima
dengan lapang dada dan tidak akan pernah murka. Beruntunglah orang
yang mendapatkan kami dan kami mendapatkannya.”28
28. Haditis ini dha’if, diriwayatkan oleh Ath-Thabrani. Ibnul Qayyim berkata, “Ibnu
Sulaiman bin Abu Karimah sendiri dalam meriwayatkan hadits ini. Abu Hatim
mendha’ifkannya. Menurut Ibnu Adi, mayoritas hadits yang diriwayatkannya
munkar, dan Ibnu Adi tidak menemukan para perawi terdahulu membicarakannya,
lalu hadits ini diriwayatkan melalui jalurnya. Menurut Ibnu Adi, hadits ini
hanya diriwayatkan dari jalur sanad ini.” Lihat Hadi Al-Arwah.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
40
Di dalam hadits berikut ini Rasulullah  menyebutkan karakteristik
Jannah. Beliau  bersabda,
“Demi Dzat yang mengutusku dengan membawa kebenaran. Sungguh,
kalian di dunia tidak akan lebih mengenali terhadap istri dan tempat
tinggal kalian daripada penghuni Jannah terhadap istri dan tempat
tinggal mereka, di mana seorang laki-laki akan menyetubuhi sebanyak
tujuh puluh dua istri yang telah diciptakan oleh Allah (bidadari), dan
dua istri dari keturunan Adam, keduanya lebih utama daripada
(bidadari) yang telah diciptakan oleh Allah karena keduanya beribadah
kepada Allah ketika di dunia.”
Ibnul Qayyim berkata, “Syaikh Abu Al-Hujjaj Al-Muziyyi
berkata kepadaku, ‘Hadits ini merupakan rangkuman dari beberapa
hadits, lalu diturukan oleh Ismail dengan redaksi seperti ini,
kemudian Walid bin Muslim mengubah dan menjabarkan redaksi
hadits ini di dalam Kitaab Mufrad. Kandungan hadits ini dikenal
di dalam banyak hadits. Wallaahu a’lam.”29
Ibnu Katsir berkata, “Hadits di atas memiliki riwayat pendukung
yang lain dari pelbagai sisi.”30
Adapun doa Rasulullah  ketika mendoakan mayat dalam
shalat jenazah,
Di dalam sanad hadits ini terdapat Amar bin Hasyim Al-Bairuti. Ia dikenal sebagai
perawi yang jujur, tapi sering berbuat kesalahan. Lihat Taqriib At-Tahdziib (428),
Syaih Ath-Thabrani: Bakar bin Sahal Ad-Dimyati. Menurut An-Nasa’i hadits ini
dhaif.
29. Lihat Hadi Al-Arwah, hal. 218.
30. Al-Bidayah wa An-Nihayah, VIII/456.
Karakteristik Istri Penghuni Jannah Dalam Perspektif Al-Qur’an
41
“Ya Allah, berilah ia rumah (di akhirat) yang lebih baik daripada
rumahnya (di dunia), dan berilah ia keluarga (di akhirat) yang lebih
baik daripada keluarganya (di dunia)..., serta berilah ia istri (di akhirat)
yang lebih baik daripada istrinya (di dunia)....”31
Maka doa beliau itu tidak menjadi landasan atas pendapat yang
dikemukakan oleh ulama yang mengatakan bahwa bidadari lebih
utama daripada wanita keturunan Adam, karena yang dimaksud
dengan istri di dalam doa beliau itu adalah istri di dunia, di mana
di akhirat kelak istri tersebut diciptakan ulang oleh Allah seperti
yang terjadi kepada bidadari. Bahkan, istri tersebut lebih utama
daripada bidadari, karena istri tersebut memiliki amal shalih.
Wallaahu A’lam.32
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
Jika seorang laki-laki memiliki dua istri (poligami) ketika di
dunia, maka istri yang mana yang akan mendampinginya di akhirat
kelak?
Dalam permasalahan ini, ulama memiliki dua pendapat
sebagaimana berikut.
Pertama, istri yang akan mendampingi adalah istri yang memiliki
budi pekerti yang lebih baik ketika di dunia. Pendapat ini
berlandaskan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummu
Salamah.
Ummu Salamah berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, jika
ada seorang wanita menikah dua, tiga, atau empat kali, kemudian
ia meninggal dunia dan masuk Jannah, sementara laki-laki yang
pernah menikah dengannya itu masuk Jannah juga; laki-laki yang
mana yang akan menjadi pendampingnya?”
Rasulullah  bersabda,
“Wahai Ummu Salamah, wanita tersebut diberikan otoritas untuk
31. HR. Muslim di dalam Shahih Muslim.
32. Lihat hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah d yang menyebutkan bahwa
Rasulullah  bersabda, “Sesungguhnya ketika Allah memasukkan kaum wanita yang
tua renta itu ke dalam jannah, maka Allah mengubah mereka menjadi perawan (gadis).”
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
42
memilih, dan ia akan memilih laki-laki yang paling baik budi pekertinya
di antara mereka, lalu wanita itu berkata, ‘Wahai Rabb, laki-laki ini
memiliki budi pekerti yang paling baik ketika bersamaku, maka nikahkanlah
ia denganku.’ Wahai Ummu Salamah, budi pekerti yang baik
itu akan beranjak bersama kebaikan dunia dan akhirat.”33
Selain hadits ini di atas, juga berlandaskan pada hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Habibah berikut ini.
Ummu Habibah bertanya, “Wahai Rasulullah, jika ada seorang
wanita menikah dua kali, maka laki-laki mana yang akan menjadi
pendampingnya (di Jannah kelak)?”
Rasulullah  bersabda,
“Laki-laki yang memiliki budi pekerti yang lebih baik di antara mereka
berdua ketika bersama wanita itu di dunia.” Kemudian beliau bersabda,
“Wahai Ummu Habibah budi pekerti yang baik itu akan beranjak bersama
kebaikan dunia dan akhirat.”34
Kedua, istri yang akan mendampingi adalah istri yang kedua
ketika di dunia. Landasan pendapat mereka adalah sebagai
berikut.
Abu Ali Al-Harani Al-Qusyairi meriwayatkan di dalam Taarikh
Ar-Riqqah, dari Maimun bin Mahran, “Mu’awiyah  meminang
Ummu Darda’, tapi Ummu Darda’ enggan untuk menikah dengannya,
lalu Ummu Darda’ berkata, ‘Aku pernah mendengar Abu
Darda’ berkata, ‘Rasulullah  bersabda, ‘Wanita akan bersama
suaminya yang terakhir.’ Di dalam riwayat yang lain disebutkan
bahwa Ummu Darda’ berkata, ‘Aku tidak menginginkan pengganti
Abu Darda’.”
33. Hadits ini dha’if.
34. Isnad hadits ini sangat dha’if. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakar An-Najjad,
dari Ja’far bin Muhammad bin Syakir, dari Ubaid bin Ishaq Al-’Aththaar, dari
Sanan bin Harun, dari Hamid, dari Anas. Sanad tersebut sangat dhaif. Tetapi,
Ja’far bin Muhammad bin Syakir Ash-Shaigh adalah perawi yang tsiqah (Lihat
Taqriib At-Tahdziib). Sementara itu, Yahya mendhaifkan Ubaid bin Ishaq Al-
’Aththaar. Menurut Al-Bukhari, Ubaid memiliki banyak riwayat yang berstatus
munkar ‘tidak diakui’. Bahkan menurut Al-Azdi, hadits yang diriwayatkan oleh
Ubaid berstatus matruuk. Ibnu Abdi berkata, “Mayoritas hadits yang diriwayatkan
oleh Ubaid munkar.” Tetapi Abu Hatim menerima riwayat Ubaid (Lihat Mizan Al-
I’tidal, III/18). Sedangkan Sanan bin Harun Al-Barjami adalah perawi yang jujur
(lihat Taqrib At-Tahdzib, hal. 257).
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
43
Syaikh Al-Albani berkata, “Isnad para perawi hadits ini tsiqah,
dan semuanya terkenal kecuali Abbas bin Shalih. Hingga saat ini,
saya belum mendapatkan biografinya. Rujuklah tentang dia ke
kitab Al-Jarh wa At-Ta’diil. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu
Asy-Syaikh di dalam At-Ta’diil dari jalur yang lain dengan status
hadits marfuu’. Tentang hal itu, Al-Albani berkata, ‘Isnad hadits tersebut
shahih, dan para perawinya tsiqah, dan semuanya terkenal
kecuali Al-Jauhari.’ Abu Asy-Syaikh berkata tentang ‘Ia tsiqah dan
hadits yang diriwayatkannya hasan, salah satu hadits hasan yang
diriwayatkannya adalah...,” kemudian ia menyebutkan banyak
hadits, salah satunya adalah hadits di atas, kemudian Abu Asy-
Syaikh berkata, ‘Secara umum, hadits di atas dari dua jalur yang
berbeda namun sama-sama kuat, dan hadits yang marfu’ dari salah
satu hadits itu adalah shahih. Hadits itu memiliki jalur yang lain
yang marfu’ dan mauquf menurut Ibnu Asakir dari Abu Darda’.
Hadits tersebut memiliki dua riwayat pendukung yang berstatus
mauquuf, yaitu sebagai berikut.
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar yang kemudian diriwayatkan
oleh Ibnu Asakir dengan sanad dari Ikrimah bahwa
Asma’ binti Abu Bakar berada di bawah lindungan Zubair bin
Awwam, sementara Zubair bin Awwam menyukai Asma’, lalu
Asma’ memberitahukan permasalahan itu kepada ayah Asma’.
Ayahnya kemudian berkata kepada Asma’, ‘Putriku, bersabarlah,
sesungguhnya jika seorang wanita memiliki suami yang
shalih, kemudian suaminya itu meninggal, sementara wanita itu
tidak menikah dengan laki-laki lain, maka keduanya akan
dikumpulkan di dalam Jannah.” Para perawi hadits ini tsiqah,
akan tetapi terdapat irsaal, yang menyebabkan hadits ini berstatus
mursal, karena Ikrimah tidak mendapatkan masa hidup
Abu Bakar. Ikrimah hanya mendengarnya dari Asma’ binti Abu
Bakar. Wallaahu A’lam.
2. Hadits yang diriwayatkan dari Shilah dari Hudzaifah bahwa
Hudzaifah berkata kepada istrinya, “Jika engkau hendak menjadi
istriku di Jannah kelak, maka janganlah engkau menikah
dengan laki-laki lain setelah aku meninggal; karena di Jannah
kelak, seorang wanita akan didampingi oleh suami terakhir yang
di dunia. Oleh karena itu, Allah mengharamkan kepada istri-
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
44
istri Nabi  untuk menikah kembali setelah beliau meninggal,
hal itu karena mereka adalah istri-istri beliau di Jannah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Sunan Al-
Baihaqi. Para perawi hadits ini tsiqah sekiranya tidak ada faktor
an’anah dan ikhtilath dari Abu Ishaq.35
Berdasarkan penjelasan di atas maka pendapat yang paling kuat
(rajih) dan shahih adalah pendapat yang mengatakan bahwa di
Jannah kelak, wanita akan didampingi oleh suaminya yang terakhir
di dunia. Hal itu karena hadits yang menjadi landasan pendapat ini
shahih. Wallaahu a’lam.
Para istri tersebut mencintai suami-suaminya dengan karakteristik
manis, cantik, dan menawan yang mereka miliki.
Allah  berfirman,
“Yang penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al-Waaqi’ah: 37).
Ibnu Abbbas h berkata, “Para istri itu sangat mencintai
suaminya, dan suaminya mencintai mereka.”36 Ibnu Abbas h
juga mengatakan, “Mereka itu mencintai suaminya dengan karakteristik
manis, cantik, dan menawan yang mereka miliki.
Mereka itu perawan. Setiap kali mereka disetubuhi oleh suaminya,
maka mereka akan kembali perawan seperti semula. Mereka
juga memiliki umur yang sebaya dan kecenderungan yang sama.
Mereka berusia 33 tahun.
As-Sudiy berkata, “Maksud dari kata atraab ( ) adalah sama
dalam hal budi pekerti; mereka bersaudara; mereka tidak saling
membenci dan menghasut; yakni tidak seperti perilaku seorang
istri dengan madunya di dunia.”
Payudara mereka montok dan padat, yang menunjukkan bahwa
mereka masih perawan.
35. Disarikan dari Al-Ahadits Ash-Shahihah, III/275.
36. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV/292.
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
45
Berikut ini, Ibnul Qayyim menulis sebuah syair untuk menggambarkan
karakteristik bidadari.
Bidadari itu penuh cinta
Ia mempersembahkan fisik, cinta, dan dirinya kepada suaminya dalam
setiap saat
Usia bidadari dengan bidadari yang lain sebaya
Usianya masih seusia pemudi untuk mendampingi para pemuda yang
paling tampan Ia masih perawan
Keperawanannya hanya dinikmati oleh pasangannya, baik dari
kalangan manusia maupun kalangan jin
Satu orang itu bersenggama dengan seratus bidadari dalam sehari
Demikian menurut riwayat shahih yang diriwayatkan oleh
perawi-perawi yang terpercaya. Riwayat itu disebutkan dalam
Mu’jam Ath-Thabrani.
Dan dengan hal itu kesibukan mereka (menjebol keperawanan)
ditafsirkan di dalam surat Yasin, wahai saudaraku.37
Kelima, Allah menegaskan bahwa para bidadari itu bermata
indah (jeli) dan membatasi pandangannya atas suaminya.
Mereka tidak memandang seorang laki-laki yang lebih tampan
daripada suaminya. Mereka dipelihara di dalam kemah-kemah.
Karakteristik tersebut terekam di dalam empat ayat berikut ini.
“Di sisi-sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya
dan jelita matanya.” (QS. Ash-Shaffat: 48).
37. Firman Allah Ta’ala yang dimaksud adalah,
“Sesungguhnya penghuni jannah pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan
(mereka). Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertekan di atas
dipan-dipan.” (QS. Yasin: 55-56).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bersenang-senang dalam
kesibukan adalah sibuk menjebol keperawanan bidadari. Lihat Raudhatul
Muhibbin, hal. 257.
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
46
“Bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.” (QS.
Ar-Rahman: 72).
“Di dalam jannah itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni jannah yang menjadi suami mereka) dan tidak pula
oleh jin.” (QS. Ar-Rahman: 56).
“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya
dan sebaya umurnya.” (QS. Shaad: 52).
Renungkanlah karakteristik nan indah yang dimiliki oleh bidadari
itu, yakni karakteristik membatasi pandangan atas suaminya,
dan para bidadari itu tidak melirik laki-laki lain (selain suaminya);
dalam pandangan mereka, suaminya adalah laki-laki yang paling
tampan; dan dalam pandangan suaminya, mereka adalah istri yang
paling cantik.
Maksud para bidadari membatasi pandangan adalah menjaga
diri dan tidak melihat laki-laki lain, selain suami mereka.
Begitu pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Zaid bin Aslam, Qatadah,
As-Sudiy, dan yang lainnya.38
Atau yang dimaksud membatasi pandangan adalah para
bidadari itu membuat suami mereka membatasi pandangan atas
dirinya, sehingga suami mereka itu tidak melirik kepada wanita
yang lain, dikarenakan mereka sangat cantik.39
38. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV/7.
39. Lihat Ruh Al-Ma’ani, XXIII/213.
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
47
Pendapat yang kedua ini lebih mendekati kebenaran dan lebih
dapat diterima.40
Kedua makna di atas sama-sama memiliki kemungkinan untuk
dapat diterima. Dan kedua makna tersebut sama-sama benar. Hal
itu menunjukkan bahwa di Jannah kelak, laki-laki sangat tampan,
dan wanita sangat cantik, dan saling mencintai. Cinta yang membuat
mereka tidak membutuhkan pendamping yang lain.41
Maksud kata adalah di atas ranjang di dalam Jannah.
Maksud kata adalah membatasi pandangan atas
kemauan sendiri. Hal itu lebih utama.
Adapun maksud kata dalam bentuk (binaa’) majhuul,
yang berarti dipelihara. Begitu pendapat Ibnu Katsir.
Syaikh Asy-Syinqithi v berkata, “Maksud dari wanita dipelihara
di dalam rumahnya adalah ia tidak keluar dari rumah itu,
sebagai salah satu bentuk karakteristiknya yang bagus. Hal itu
sudah masyhur di dalam perkataan orang Arab. Hal yang senada
dengan hal tersebut adalah syair berikut ini.
Jika orang lain berperang, maka aku selamat bersama mereka
Jika mereka tergelincir, mereka memanggilku
Ketika aku tergelincir, aku memanggil mereka
Mereka tampak dalam sebuah pertemuan, sedang pemelihara mereka
adalah kecantikan mereka
Maksud kata di dalam syair di atas adalah mereka dipelihara
di dalam rumahnya, di mana mereka tidak keluar dari
rumah tersebut kecuali dalam keadaan terpaksa.42
Firman Allah ,
“...dipingit dalam rumah.” (QS. Ar-Rahman: 72).
40. Lihat Mahasin At-Ta’wil, XIV/181.
41. Begitu tarjih yang dilakukan oleh Syaikh Nashir As-Sa’di di dalam tafsirnya, Taisiir
Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsiir Kalam Al-Mannan, IV/257.
42. Lihat Adhwa’ Al-Bayan, VI/314.
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
48
Abu Musa Al-Asy’ari  mengatakan bahwa Rasulullah  bersabda,
“Sesungguhnya di Jannah kelak, seorang mukmin memiliki kemah yang
terbuat dari satu mutiara yang lekuk. Ukuran kemah tersebut adalah
sepanjang 60 mil untuk satu orang mukmin. Di dalam kemah itu terdapat
keluarga, di mana seorang mukmin mengelilingi mereka. Dan
sebagian mereka tidak melihat sebagian yang lain.” (HR. Muslim).
Ibnul Qayyim berkata,
Tanamkan hasrat kepada kemah-kemah itu
Lalu bergaullah di dalam kemah-kemah itu dengan para bidadari yang
tidak memiliki kekurangan
Mereka membatasi pandangannya, tidak tertarik kepada pasangan
yang lain
Mereka hanya memandang pasangannya karena saking menariknya
pasangan itu
Pandangannya pasti aman dan tepercaya
Keenam, Allah menegaskan bahwa para bidadari itu sebelumnya
tidak pernah disetubuhi oleh manusia ataupun jin. Karakteristik
tersebut terekam di dalam dua ayat berikut ini.
“Di dalam jannah itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka
(penghuni-penghuni jannah yang menjadi suami mereka) dan tidak pula
oleh jin.” (QS. Ar-Rahman: 56).
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
49
“(Bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah. Maka
nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan Mereka tidak
pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni
jannah yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar-
Rahman: 72-74).
Kata berarti darah, tapi yang dimaksud di sini adalah
menyetubuhi perawan. Karena ketika perawan disetubuhi dari
vaginanya akan keluar darah perawan. Para bidadari itu masih
perawan, penuh cinta, memiliki umur yang sebaya, dan sebelumnya
belum pernah disetubuhi oleh manusia ataupun jin.43
Karakteristik-karakteristik yang disebutkan di atas apakah
untuk bidadari ataukah untuk kaum wanita keturunan Adam yang
meninggal dunia dalam keadaan perawan?
Ibnu Abbas h berkata, “Karakteristik tersebut adalah untuk
kaum wanita keturunan Adam yang meninggal dunia dalam keadaan
perawan.”
Ibnul Qayyim mentarjih pendapat dalam permasalahan ini,
dengan berkata, “Secara tekstual, ayat di atas menegaskan bahwa
karakteristik tersebut bukan untuk kaum wanita keturunan Adam,
melainkan untuk bidadari. Sementara, kaum wanita keturunan
Adam sudah disetubuhi oleh manusia, sedangkan golongan jin
telah disetubuhi oleh golongan jin pula. Ayat di atas menegaskan
43. Ibnu Katsir mengatakan bahwa firman Allah Ta’ala,
menegaskan bahwa kaum laki-laki dari kalangan jin juga masuk jannah.
Artha’ah bin Mundzir berkata, “Dhamrah bin Habib pernah ditanya, ‘Apakah jin
masuk jannah?’
Dhamrah bin Habib berkata, “Ia, kaum jin laki-laki bersenggama dengan jin
wanita. Sementara manusia laki-laki bersenggama dengan manusia wanita. Hal
itu berlandaskan pada firman Allah Ta’ala,,
“Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni jannah
yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah
yang kamu dustakan.” (QS. Ar-Rahman: 74-75). Lihat Tafsir Ibnu Katsir, IV/275.
Istri yang Akan Mendampingi Suami yang Berpoligami
50
hal tersebut.”44 Ibnul Qayyim melanjutkan, “Ayat di atas menegaskan
bahwa betapa nikmatnya bersetubuh dengan para bidadari.
Kenikmatan menyetubuhi wanita yang belum pernah disetubuhi
oleh orang lain melebihi kenikmatan wanita yang sudah pernah disetubuhi
sebelumnya. Begitu juga kenikmatan menyetubuhi
bidadari. Hal itu karena bidadari sebelumnya tidak pernah disetubuhi.”
45
Para penghuni Jannah akan senantiasa sibuk bersenang-senang
dengan suami mereka. Allah  berfirman,
“Sesungguhnya penghuni jannah pada hari itu bersenang-senang dalam
kesibukan (mereka). Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat
yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan.” (QS. Yaasin: 55-56).
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Musayyib, ‘Ikrimah,
Qatadah, A’masy, Sulaiman, dan Auza’i  berkata, “Kesibukan
mereka adalah membobol keperawanan.”46
44. Lihat Hadi Al-Arwah, hal. 211.
45. Ibid, hal. 216.
46. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, III/594.

No comments:

Post a Comment